Original Research
Pola Pertumbuhan Jamur Candida spp. pada urin Penderita Diabetes Melitus dengan Glukosa Terkontrol dan Tidak Terkontrol: Penelitian Laboratorium
Candida spp. Fungal Growth Patterns in the Urine of Diabetes Mellitus Patients with Controlled and Uncontrolled Glucose: Laboratory Research
Health Information: Jurnal Penelitian
Poltekkes Kemenkes Kendari, Indonesia
ISSN: 2085-0840
ISSN-e: 2622-5905
Periodicity: Bianual
vol. 15, no. 3, 2023
Received: 12 September 2023
Accepted: 27 December 2023
Funding
Funding source: Poltekkes Kemenkes Ternate
Contract number: 2023
Corresponding author: aanyulianingsih@rocketmail.com
Ringkasan: Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Penderita DM yang memiliki glukosa tidak terkontrol menderita kelainan fungsi sel pertahanan utama. Penderita DM mengalami gangguan sel pertahanan utama tersebut karena tidak seimbangnya fungsi kemotaksis dan fagositosis yang menyebabkan penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi. Kadar gula darah yang tinggi juga merusak sistem sehingga mengurangi kepekaan penderita terhadap adanya infeksi jamur Candida albicans. Daerah genetalia pada pasien diabetes melitus banyak mengandung glukosa yang merupakan nutrisi pertumbuhan jamur. Tujuan penelitian ini untuk melihat pola pertumbuhan jamur Candida spp. pada urin penderita DM glukosa terkontrol maupun tidak terkontrol. Metode yang digunakan yaitu deskriptif analitik dengan desain Cross Sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden dengan glukosa terkontrol terdapat 1 positif ditemukan jamur Candida spp. Sedangkan 30 responden dengan glukosa tidak terkontrol ditemukan 11 positif jamur Candida spp. pada urinnya. Kesimpulan penelitian terdapat hubungan pertumbuhan jamur Candida spp. Pada glukosa terkontrol dan tidak terkontrol dengan p Value (0,001<0,05).
Kata kunci: Diabetes mellitus, Urine, Controlled glucose, Uncontrolled glucose.
Abstract: Diabetes mellitus is a chronic metabolic disorder caused by the pancreas not producing enough insulin or the body being unable to use the insulin produced effectively. DM sufferers who have uncontrolled glucose suffer from abnormalities in the function of the main defense cells. DM sufferers experience disruption of these main defense cells due to an imbalance in the functions of chemotaxis and phagocytosis which makes diabetes mellitus sufferers more susceptible to infection. High blood sugar levels also damage the system, thereby reducing the sufferer's sensitivity to Candida albicans fungal infections. The genital area in diabetes mellitus patients contains a lot of glucose which is a nutrient for fungal growth. The aim of this research was to examine the growth patterns of Candida spp. In the urine of DM sufferers, glucose is controlled and uncontrolled. The method used is descriptive analysis with a cross sectional design. The results of the study showed that of the 30 respondents with controlled glucose, 1 was found to be positive for Candida spp. Meanwhile, 11 of the 30 respondents with uncontrolled glucose were found to be positive for Candida spp. In his urine. The conclusion of the research is that there is a relationship between the growth of Candida spp. In controlled and uncontrolled glucose with p value (0.001<0.05).
Keywords: Diabetes mellitus, Urine, Controlled glucose, Uncontrolled glucose.
PENDAHULUAN
Diabetes merupakan penyakit metabolik yang terjadi hampir di setiap negara di dunia. Angka kejadian terus meningkat secara signifikan, terutama di negara-negara berkembang. Menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF), diabetes akan menyerang setidaknya 463 juta orang di seluruh dunia yang berusia antara 20 dan 79 tahun pada tahun 2019 (International Diabetes Federation, 2019). Angka ini mewakili prevalensi sebesar 9,3% pada populasi dunia pada usia yang sama, dengan prevalensi sebesar 11,3%, Asia Tenggara, tempat Indonesia ditemukan, menempati peringkat ketiga secara keseluruhan. Satu-satunya negara Asia Tenggara yang masuk dalam daftar tersebut adalah Indonesia (Kementerian Kesehatan, 2019).
Gejala klinis hilangnya intoleransi glukosa pada diabetes melitus adalah kondisi metabolik yang beragam secara genetis dan klinis. Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan hormon insulin pankreas atau kemampuan insulin yang sangat sulit dalam menyerap gula. Seringkali, diabetes melitus tidak terdeteksi pada pemeriksaan awal (Az-zahro et al., 2021).
Penderita diabetes melitus lebih rentan tertular infeksi karena mekanisme pertahanan alami tubuhnya lebih lemah. Dinding vagina wanita penderita diabetes melitus mengandung tambahan gula. Area genital wanita merupakan lingkungan yang subur dan sempurna bagi tumbuhnya jamur karena selalu lembab. Selain itu, wanita penderita diabetes memiliki kelebihan gula dalam urinnya, yang menumpuk di vulva dan menyebabkan dinding vagina mengandung tambahan gula. Oleh karena itu, kemungkinan besar wanita penderita DM akan memiliki Candida albicans dalam urinnya (Az-zahro et al., 2021).
Penelitian sebelumnya menemukan hubungan antara kadar glukosa darah pasien DM yang tidak terkontrol dan perkembangan jamur Candida. Jamur merupakan mikroorganisme yang sangat bergantung pada media yang menyuplai nutrisi termasuk karbohidrat, protein, vitamin, dan zat kimia lainnya. Mereka melakukan ini dengan memanfaatkan sistem hifa untuk menyerap nutrisi tersebut dari lingkungannya (Kadek Sri Jayanti & Jirna, 2018).
Kolonisasi Candida albicans pada pasien diabetes dapat meningkat hingga 80%, yang dapat menyebabkan terjadinya kandidiasis. Pada orang dengan kontrol glikemik yang buruk, hal ini mungkin terkait dengan situasi hiperglikemia. Pengelolaan glukosa darah sangat dipengaruhi oleh infeksi pada penderita diabetes, dan kadar gula darah yang tinggi membuat infeksi lebih mungkin terjadi atau malah memperburuknya (Marlina et al., 2019).
Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui pola pertumbuhan Candida spp. Penderita diabetes melitus yang mempunyai indeks glikemik tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk melihat pola pertumbuhan Candida spp. pada penderita DM dengan glukosa terkontrol dan tidak terkontrol serta melihat hubungannya.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan mulai bulan Juni-September 2023. Populasi penelitian adalah semua penderita Diabetes Melitus yang terdata di Diabetes Center Kota Ternate. Sampel pada Penelitian ini berjumlah 60 orang yang terbagi atas 30 orang dengan glukosa terkontrol dan 30 orang dengan glukosa tidak terkontrol. Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling.
Pengambilan sampel dilakukan di Wilayah Kerja Diabetes Center sedangkan untuk identifikasi dengan kultur jamur dilaksanakan di Lab. Terpadu Poltekkes Kemenkes Ternate. Peneliti telah mendapatkan persetujuan etik dengan nomor: UM.02.03/6/276/2023 dari Poltekkes Ternate. Responden yang ikut serta dalam penelitian ini dijaga kerahasiaan identitasnya.
Pengolahan dan analisis data hasil kultur jamur pada urin di buatkan tabel dan di persentasekan masing-masing serta untuk hubungan dianalisis dengan menggunakan SPSS uji chi-square.
Bahan dan Alat
Sampel urine, Media SDA (Sabaroud dextrose agar), Pot urine steril, Cawan petridisk, Autoclave merek sturdy, incubator merek memmert, Ose, Mikroskop merek Leica type DM750, Lancet, Swab alcohol, Alat HbA1c, neraca analitik merek Sartorius, objek glass.
Pemeriksaan Kadar HbA1c
Dilakukan pengambilan darah pada responden kemudian dilakukan pemeriksaan kadar HbA1c untuk menggolongkan glukosa terkontrol dan tidak terkontrol. Digolongkan ke glukosa terkontrol jika nilai A1c adalah < 7%, dan glukosa darah tidak terkontrol jika nilai tingkat A1c > 8%.
Pembuatan Media SDA (Sabaroud dextrose agar)
Ditimbang media SDA sebanyak 65 gram dan dilarutkan dalam 1000 ml aquadest, kemudian diukur pH nya. Setelah itu, dilarutkan diatas waterbath hingga larut kemudian disterilkan di Autoclave pada suhu 121.C selama 15 menit. Kemudian didinginkan hingga suhu 50.C kemudian ditambahkan antibiotic kloramfenikol untuk menghambat pertumbuhan bakteri, setelah itu dituang kedalam cawan petridisk masing-masing sebanyak 20 ml.
Kultur Jamur pada urin
Diambil 1 mata ose sampel urine kemudian secara aseptik dilakukan penggoresan pada media SDA. Setelah itu di inkubasi pada inkubator pada suhu 22-28.C selama 3 hari. Setelah itu dilakukan pengamatan secara maksroskopik dan dilanjutkan secara mikroskopik dengan cara mengambil 1 koloni jamur dan diletakkan ditengah-tengah objek kaca yang telah ditetesi KOH 40% kemudian ditutup dengan kaca penutup lalu diamati di mikroskop merek Leica Type DM750 dengan menggunakan pembesaran lensa objektif 10x dan 40x.
HASIL
Hasil penelitian meliputi karakteristik responden, pertumbuhan jamur pada urin penderita DM dengan glukosa terkontrol dan tidak terkontrol serta melihat hubungan antara pertumbuhan jamur Candida spp. pada glukosa terkontrol dan tidak terkontrol.
Pada penelitian ini, didapatkan 30 sampel dengan glukosa terkontrol dan 30 sampel dengan glukosa tidak terkontrol. Penggolongan glukosa terkontrol dan tidak terkontrol berdasarkan dengan kadar HbA1c yang diperiksa sebelum dilakukan pengambilan sampel urine responden. Glukosa darah terkontrol, jika nilai A1c adalah < 7%, dan glukosa darah tidak terkontrol jika nilai tingkat A1c > 8% (Marlina et al., 2019).
Tabel 1 responden penderita DM dengan glukosa terkontrol dan tidak terkontrol paling banyak berada pada usia 55 – 64 tahun dengan frekuensi glukosa terkontrol sebanyak 15 responden (50%) dan frekuensi glukosa tidak terkontrol sebanyak 16 responden (53,34%). Selain itu, dengan jenis kelamin perempuan dengan frekuensi glukosa terkontrol sebanyak 28 responden (93,33%) dan frekuensi glukosa tidak terkontrol sebanyak 21 responden (70%).
Sampel urin yang diperoleh dari responden ditanam pada media SDA (Sabaroud dekstrosa agar) dan kemudian dilakukan pengamatan di mana karakteristik jamur Candida spp. yang tumbuh pada media SDA yaitu koloni berbentuk bulat, ukuran koloni lebih besar dari koloni pada suhu ruang, konsistensi lembut, berwarna putih kekuningan atau cream, permukaan koloni halus dan berbau ragi yang khas (Gambar 1).
Setelah dilakukan pengamatan secara makroskopik, selanjutnya dilakukan pengamatan secara mikroskopik dimana ditemukan adanya ragi, blastospora, pseudohifa, klamidospora (Gambar 2).
Tabel 2 pertumbuhan jamur pada glukosa terkontrol paling banyak negatif pertumbuhan jamur Candida spp. yaitu 29 responden (96,67%) dari 30 responden. Sedangkan pada glukosa tidak terkontrol paling banyak positif pertumbuhan jamur Candida spp. yaitu 19 responden (63,33%) dari 30 responden.
Tabel 3 penderita DM dengan glukosa terkontrol lebih banyak tidak ditemukan jamur pada urinnya yaitu sebanyak 2 responden pada laki-laki dan 27 responden pada perempuan. Penderita DM dengan glukosa tidak terkontrol dari 9 responden laki-laki ditemukan 3 responden (3,33%) positif jamur pada urinnya sedangkan dari 28 responden perempuan ditemukan 8 responden (96,67%) positif jamur Candida spp. pada urin.
Tabel 4 setelah dilakukan pengujian dengan pengujian analisis bivariat uji chi-square bahwa secara statistic terdapat hubungan yang bermakna antara pertumbuhan jamur Candida spp. pada urin penderita DM dengan glukosa terkontrol dan tidak terkontrol dengan nilai p <0,05 (0,001<0,05).
PEMBAHASAN
Hiperglikemia, kelainan metabolisme yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya, merupakan ciri khas diabetes melitus. Fungsi organ tubuh dapat memburuk seiring berjalannya waktu sebagai akibat dari perkembangan kronis penyakit metabolik ini, khususnya kerusakan pada jantung, pembuluh darah, ginjal, saraf, mata, dan ginjal (Nugroho & Sari, 2020).
Penderita DM berada pada usia 55 – 64 tahun dengan frekuensi glukosa terkontrol sebanyak 50% dan frekuensi glukosa tidak terkontrol sebanyak 53,34%. Faktor risiko diabetes melitus mulai terlihat setelah usia 45 tahun. Hal ini penting karena seiring bertambahnya usia, seseorang menjadi kurang aktif, menambah berat badan, mengalami penurunan massa otot, dan mengalami penyusutan sel secara bertahap. sebagai akibat dari penuaan. Selain itu, terdapat peningkatan prevalensi diabetes seiring bertambahnya usia, terutama pada orang yang berusia di atas 40 tahun karena usia mulai meningkatkan resistensi glukosa (Komariah & Rahayu, 2020).
Kadar glukosa terkontrol maupun tidak terkontrol paling banyak diderita oleh Perempuan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Komariah & Rahayu (2020) bahwa sebanyak 60,4% berjenis kelamin Perempuan. Wanita lebih rentan terhadap Diabetes merupakan salah satu penyakit fisik yang dapat menyebabkan indeks massa tubuh wanita meningkat. Oleh karena itu, perempuan lebih termotivasi dibandingkan laki-laki untuk memantau kesehatan mereka (Komariah & Rahayu, 2020).
Selain itu, hal ini mungkin disebabkan karena perempuan memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vadila et al. (2021) dimana proporsi perempuan penderita DM lebih banyak dibandingkan laki-laki. Perempuan memiliki pola makan yang tidak sehat dan sering mengkonsumsi makanan berlemak dan mengandung glukosa yang tinggi. Perempuan berisiko mengalami peningkatan IMT disebabkan oleh sindroma siklus bulanan. Lemak tubuh dapat dengan mudah terkumpul akibat proses hormonal sehingga perempuan berisiko terkena DM.
Penderita DM yang kadar glukosanya tidak terkontrol mengalami gangguan pada aktivitas sel pertahanan primer. Di periodonsium, leukosit polimorfonuklear adalah sel pertahanan utama. Neutrofil, monosit, dan makrofag adalah tipe sel yang terlibat dalam respons pertahanan ini. Karena ketidakseimbangan aktivitas kemotaksis dan fagositosis, pasien DM mengalami gangguan pada sel-sel pertahanan utama ini, sehingga meningkatkan kerentanan mereka terhadap infeksi. Selain itu, kadar gula darah yang tinggi membahayakan tubuh sehingga membuat seseorang menjadi kurang sensitif terhadap infeksi jamur seperti Candida albicans (Farizal & Dewa, 2017).
Penderita diabetes melitus lebih rentan tertular infeksi karena mekanisme pertahanan alami tubuhnya lebih lemah. Dinding vagina wanita penderita diabetes melitus mengandung tambahan gula. Gula dari urin menumpuk di vulva, mendorong pembentukan jamur. Wanita dengan diabetes melitus lebih mungkin memiliki Candida albicans dalam urinnya karena area vagina wanita merupakan lingkungan yang subur dan optimal untuk perkembangan jamur (Az-zahro et al., 2021).
Wanita penderita diabetes melitus lebih berisiko terkena infeksi jamur kandidiasis vagina. Ketika Candida albicans tumbuh tanpa terkendali, ia menghasilkan keputihan dan gatal-gatal pada 80-90% kasus infeksi kandidiasis vagina (Karwiti et al., 2022). Genus Candida merupakan bagian dari flora normal tubuh dan terdapat pada kulit, selaput lendir, saluran pencernaan, pernafasan, dan vagina wanita. Jamur berkembang dengan cepat dan berpotensi berkembang menjadi penyakit jika terdapat kondisi yang rentan.
Risiko berkembangnya C. albicans lebih tinggi pada wanita penderita diabetes melitus. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa ketika kadar glukosa tidak terkendali, kadar gula di dinding vagina mungkin meningkat, sehingga menciptakan lingkungan yang sempurna untuk pertumbuhan jamur. Selain itu, penyakit diabetes melitus dapat menyebabkan pH urin meningkat sehingga memudahkan tumbuhnya jamur (Trisnawati et al., 2022).
Berdasarkan temuan penelitian lainnya, penderita diabetes perempuan lebih besar kemungkinannya terinfeksi jamur Candida dibandingkan penderita laki-laki. Oleh karena itu, pasien wanita dihimbau untuk menjaga manajemen gula darah dengan baik serta memperhatikan kebersihan dan sanitasi, terutama pada area vagina (Indrayati et al., 2018).
Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan antara temuan jamur Candida spp. pada urin penderita DM dengan glukosa terkontrol dan tidak terkontrol, dimana p value (0,001<0.05). hal ini dapat kita lihat bahwa semakin tidak terkontrolnya gula darah maka akan menyebabkan peluang untuk ditemukannya jamur Candida spp. semakin besar, yang artinya peluang terjadinya infeksi untuk semakin buruk.
Pengendalian gula darah yang berkepanjangan dapat membuat penderitanya merasa bosan sehingga mengakibatkan ketidakpatuhan sehingga penderita DM tidak dapat berhasil menjalani terapi juga merupakan salah satu alasan sehingga pengendalian glukosa sangat sulit untuk ditegakkan (Manihuruk & Napitupulu, 2023).
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jamur Candida spp. pada orang DM lebih banyak ditemukan pada penderita dengan glukosa tidak terkontrol dibandingkan dengan glukosa terkontrol. Terdapat hubungan yang bermakna dengan p value (0,001<0,05) antara pertumbuhan jamur pada penderita DM glukosa terkontrol dan tidak terkontrol.
Kekurangan Penelitian
Pada penelitian ini tidak dilakukan wawancara responden lebih lanjut sehingga banyak informasi data yang masih kurang seperti riwayat olahraga dan jenis makanan yang dikonsumsi.
Mengakui
Penelitian ini mendapatkan pendanaan dari DIPA Poltekkes Kemenkes Ternate tahun 2023.
DAFTAR PUSTAKA
Az-zahro, F., Kristinawati, E., & Fikri, Z. (2021). Hubungan Antara Kandidiasis Pada urine Wanita Penderita Diabetes Mellitus Dengan Nilai Positivitas Glukosuria Di Wilayah Kerja Puskesmas Narmada. Jurnal Analis Medika Biosains (JAMBS), 8(2), 92. https://doi.org/10.32807/jambs.v8i2.239
Farizal, J., & Dewa, E. A. R. S. (2017). Identifikasi Candida Albican Pada Saliva Wanita Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Teknologi Laboratorium, 6(2), Article 2. https://doi.org/10.29238/teknolabjournal.v6i2.44
Indrayati, S., Suraini, S., & Afriani, M. (2018). Gambaran jamur candida sp. Dalam urine penderita diabetes mellitus di RSUD dr. Rasidin Padang. Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal), 5(1), 46–50. https://doi.org/10.33653/jkp.v5i1.93
International Diabetes Federation. (2019). IDF Diabetes Atlas Ninth edition 2019. International Diabetes Federation.
Kadek Sri Jayanti, N., & Jirna, I. N. (2018). Isolasi Candida albicans Dari Swab Mukosa Mulut Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Teknologi Laboratorium, 7(1), 1. https://doi.org/10.29238/teknolabjournal.v7i1.103
Karwiti, W., Asrori, A., Garini, A., & Akbar, B. M. (2022). The presence of candida albicans in urine of diabetes mellitus at bhayangkara hospital pelambang. Jambura Journal of Health Sciences and Research, 4(0), Article 0. https://doi.org/10.35971/jjhsr.v4i0.13070
Kementerian Kesehatan. (2019). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Komariah, K., & Rahayu, S. (2020). Hubungan usia, jenis kelamin dan indeks massa tubuh dengan kadar gula darah puasa pada pasien diabetes melitus tipe 2 di klinik pratama rawat jalan proklamasi, depok, jawa barat. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, 11(1), 41–50. https://doi.org/10.34035/jk.v11i1.412
Manihuruk, F. N., & Napitupulu, L. (2023). Gambaran candida albican dalam urine pada wanita penderita diabetes mellitus di lingkungan perumahan river park kelurahan mangga kecamatan medan tutungan. Jurnal Kesehatan Tambusai, 4(3), Article 3. https://doi.org/10.31004/jkt.v4i3.15205
Marlina, R., Loesnihari, R., & Syafril, S. (2019). Hubungan Kejadian Bakteriuria Asimtomatik dengan Kontrol Glikemik pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di RSUP H Adam Malik Medan. Majalah Kedokteran Nusantara: The Journal of Medical School, 52(4), Article 4.
Nugroho, P. S., & Sari, Y. (2020). HubunganTingkat Pendidikandan Usiadengan Kejadian HipertensidiWilayah Kerja Puskesmas Palaran Tahun 2019. Jurnal Dunia Kesmas, 8(4). https://doi.org/10.33024/jdk.v8i4.2261
Trisnawati, A., Ni Wayan Desi Bintari, & Sudarma, N. (2022). Gambaran Candida albicans dalam Urine Pasien Diabetes Melitus Perempuan di Puskesmas 1 Denpasar Timur. ARTERI : Jurnal Ilmu Kesehatan, 3(4), 126–131. https://doi.org/10.37148/arteri.v3i4.234
Vadila, A., Izhar, M. D., & Nasution, H. S. (2021). Faktor-Faktor Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Putri Ayu. Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar, 16(2), Article 2. https://doi.org/10.32382/medkes.v16i2.2282
Catatan kaki
Author notes
aanyulianingsih@rocketmail.com