Original Research
Analisis Aktivitas Fisik dan Konsumsi Makanan Cepat Saji sebagai Faktor Risiko terhadap Obesitas pada Siswa Siswi SMA Negeri 1 Kendari
Analysis of Physical Activity and Consumption of Fast Food as Risk Factors for Obesity in Students of SMA Negeri 1 Kendari
Health Information: Jurnal Penelitian
Poltekkes Kemenkes Kendari, Indonesia
ISSN: 2085-0840
ISSN-e: 2622-5905
Periodicity: Bianual
vol. 10, no. 2, 2018
Published: 30 December 2018
Corresponding author: rhanyzahira85@gmail.com
Ringkasan: Obesitas adalah kelainan yang diakibatkan oleh penumpukan lemak tubuh yang berlebihan. Etiologi obesitas tidak jelas, tetapi umumnya obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan asupan dan pemanfaatan energi dimana asupan energinya lebih banyak daripada pemanfaatan energi. Perubahan pola konsumsi dan rendahnya aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-hari turut menentukan penimbunan lemak tubuh yang menyebabkan obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas fisik dan konsumsi makanan cepat saji sebagai faktor risiko terjadinya obesitas di SMA 1 Kendari. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain case-control. Sampel penelitian terdiri dari 47 kasus dan 47 kontrol yang dipilih secara acak. Analisis data menggunakan Odds Ratio. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner aktivitas fisik dan konsumsi makanan cepat saji pada siswa usia 16-18 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik merupakan faktor risiko terjadinya obesitas (OR = 8.181; CI 95% = 3.181-21.035) dan konsumsi makanan cepat saji merupakan faktor risiko terjadinya obesitas (OR = 14.578; CI 95% = 5.083-41.809). Kesimpulan dari penelitian ini adalah aktivitas fisik yang rendah dan konsumsi makanan cepat saji lebih dari 3 kali dalam seminggu merupakan faktor risiko terjadinya obesitas pada siswa di SMA 1 Kendari.
Kata kunci: Aktivitas fisik, Konsumsi makanan cepat saji, Obesitas.
Abstract: Obesity is a disorder that result from excessive body fat accumulation. Etiology of obesity is not clear, but generally obesity caused by imbalance of intake and energy utilization which energy intake is more than energy utilization. Alteration of consumption pattern and low physical activity at daily life also determine body fat accumulation that cause obesity. This research aimed to analyze physical activity and fast food consumption as a risk factors toward obesity at SMA Negeri 1 Kendari. This was an observational study with case-control design. This research’s samples consist of 47 cases and 47 controls that selected use random sampling. Data was analyzed using Odds Ratio. The research’s instrument was a questionnaire for physical actovity and fast food consumption among students at age 16-18 years old. The research showed that physical activity is a risk factor for obesity (OR = 8,181; 95% CI = 3,181-21,035) and fast food consumption is a risk factor for obesity (OR = 14,578; 95% CI = 5,083-41,809). We concluded low physical activity and fast food consumption more than 3 times a week were the risk factors for obesity among students at SMA Negeri 1 Kendari.
Keywords: Fast food consumption, Physical activity, Obesity.
PENDAHULUAN
Obesitas sudah mulai menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia dengan prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun negara berkembang. WHO menyatakan bahwa saat ini obesitas telah menjadi epidemik global, sehingga sudah menjadi suatu masalah kesehatan yang harus segera ditangani. Saat ini penyakit degeneratif banyak diderita oleh golongan usia muda yang masih sangat produktif seperti hipertensi, stroke dan jantung koroner, dan umumnya banyak menyerang orang yang berusia di bawah empat puluh tahun. Hal ini tidak lain karena adanya perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup telah terbukti mempengaruhi pola makan dan kesehatan (Danari et al., 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Azagba & Sharaf (2012) di Canada menunjukkan bahwa perilaku makan merupakan penentu penting prevalensi obesitas yang dapat mempengaruhi individu seseorang dan menimbulkan risiko penyakit lainnya. WHO melaporkan bahwa pada tahun 2014 lebih dari 1,9 milyar orang dewasa overweight dan 600 juta di dalamnya obesitas atau 39 % orang dewasa overweight dan 13 % obesitas (Kosnayani & Aisyah, 2016).
Prevalensi obesitas di Kuwait termasuk yang tertinggi di wilayah ini. Meskipun ada upaya besar untuk mengendalikan obesitas di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir, prevalensinya telah meningkat secara dramatis, terutama di kalangan remaja Kuwait (Al-Haifi et al., 2016). Tingginya prevalensi obesitas di kalangan remaja Kuwait sebagian besar disebabkan oleh pertumbuhan sosial ekonomi yang cepat, termasuk perubahan dalam kebiasaan makan, yang ditandai dengan ketersediaan dan konsumsi makanan cepat saji, pola makan tidak teratur, melewatkan sarapan, mengurangi konsumsi serat, dan meningkatnya asupan gula. Selain itu, waktu yang lebih rendah dihabiskan dalam aktivitas fisik dibandingkan dengan aktivitas hunian, seperti menonton televisi, dan permainan video dan komputer (Al-Haifi et al., 2016).
Usia remaja (10-18 tahun) merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab, yaitu pertama remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan fisik. Kedua, adanya perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan. Ketiga, remaja mempunyai kebutuhan zat gizi khusus contohnya kebutuhan atlet. Kebiasaan makan yang berubah salah satunya terjadi karena adanya globalisasi secara luas. Remaja merupakan salah satu kelompok sasaran yang berisiko mengalami gizi lebih. Gizi lebih pada remaja ditandai dengan berat badan yang relatif berlebihan bila dibandingkan dengan usia atau tinggi badan remaja sebaya, sebagai akibat terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan dalam jaringan lemak tubuh (Aini, 2013).
Prevalensi kegemukan tahun 2010 pada anak usia 16-18 tahun secara nasional sebesar 1,4%. Ditemukan 11 provinsi yang memiliki kegemukan pada remaja usia 16-18 tahun di atas prevalensi nasional. Pada tahun 2013 secara nasional masalah pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10,8% gemuk dan 2,5% sangat gemuk (obesitas). Prevalensi gemuk pada remaja umur 16–18 tahun secara nasional sebanyak 7,3% yang terdiri dari 5,7% gemuk dan 1,6% obesitas. Kecenderungan prevalensi gemuk naik dari 1,4% pada tahun 2007 menjadi 7,3%. Prevalensi gizi lebih pada remaja dan prevalensi remaja kurus relatif sama tahun 2010 dan 2013, dan prevalensi sangat kurus naik 0,4%. Sebaliknya prevalensi gemuk naik dari 1,4% (2010) menjadi 7,3% (2013) (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Berdasarkan profil kesehatan Sulawesi tenggara tahun 2015, persentase kasus obesitas pada remaja di Sulawesi Tenggara yaitu 33.67%. Jumlah kasus obesitas yang terdata di fasilitas kesehatan kota kendari tahun 2015 sebanyak 30.114 remaja dengan laki-laki berjumlah 14.243 jiwa dan perempuan berjumlah 15.871 jiwa (Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, 2017).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah aktivitas fisik dan konsumsi makanan cepat saji merupakan faktor risiko terhadap obesitas pada siswa-siswi SMA Negeri 1 Kendari.
METODE
Rancangan penelitian ini adalah noneksperimen dengan menggunakan pendekatan case-control. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah aktivitas fisik dan konsumsi makanan cepat saji merupakan faktor risiko terhadap obesitas pada siswa-siswi SMA Negeri 1 Kendari. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pemberian kuesioner. Analisis data menggunakan Odds Ratio (OR) yang didahului dengan melakukan tabulasi silang antar variabel.
HASIL
Responden dalam kelompok kasus yang berjenis kelamin laki- laki yaitu sebanyak 25 orang (53,2%), sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 22 orang (46,8%). Pada kelompok kontrol, untuk jenis kelamin laki-laki sebanyak 25 orang (53,2%) dan untuk jenis kelamin perempuan sebanyak 22 orang (46,8%).
URI: https://purl.org/10.36990/hijp.v10i2.60.t001
Responden menurut kelompok usia dalam penelitian ini menggunakan matching, sehingga jumlah kelompok usia pada kasus dan kontrol adalah sama, untuk usia kelompok 16 tahun sebanyak 30 orang (63,8%), kelompok usia 17 tahun sebanyak 13 orang (27,7%), dan kelompok usia 18 tahun sebanyak 4 orang(8,5%).
URI: https://purl.org/10.36990/hijp.v10i2.60.t002
Karakteristikdari sampel penelitian. Jumlah sampelpenelitian sebanyak 94 siswa, dengan IMT ≥25 yang terdiri dari 47 responden dan IMT<25 yang terdiri dari 47 responden.
URI: https://purl.org/10.36990/hijp.v10i2.60.t003
Data dari tabel 4 didapatkan melalui perhitungan menggunakan rumus dari International Physical Activity Questionnaire dengan hasil jumlah sampel aktivitas fisik, yaitu untuk kelompok berisiko pada kasus sebanyak 31 responden (77,5%), pada kontrol sebanyak 9 responden (22,5%). Sedangkan untuk kelompok tidak berisiko pada kasus sebanyak 16 responden (29,6%), dan pada kontrol sebanyak 38 responden (70,4%).
URI: https://purl.org/10.36990/hijp.v10i2.60.t004
Jumlah sampel menurut kelompok pada kasus mengkonsumsi makanan cepat saji yang berisiko 41 responden (73,2%) danvyang kontrol 15 responden (26,8%).Sedangkan pada sampel kasus yang tidak berisiko adalah 6 responden (15,8%) dan yang kontrol 32 responden (84,2%).
Sumber data primerURI: https://purl.org/10.36990/hijp.v10i2.60.t005
Bahwa 94 responden pada kelompok kasus dengan kejadian yang berisiko sebanyak 31 responden(77,5%) dan pada kontrol sebanyak 9 responden (22,5%), sedangkan untuk kelompok tidak berisiko pada kasus sebanyak 16 responden (29,6%), dan pada kontrol sebanyak 38 responden (70,4%).
Nilai OR 8,181 menunjukkan bahwa siswa-siswi dengan aktivitas kurang dari 600 MET/Minggu berisiko mengalami obesitas 8 kali lebih besar dibanding dengan siswa-siswi dengan aktivitas lebih dari atau sama dengan 600 MET/Minggu.
URI: https://purl.org/10.36990/hijp.v10i2.60.t006
Hasil analisis data menunjukkan bahwa dari 94 responden terdapat kelompok berisiko pada kasus mengkonsumsi makanan cepat saji yang berisiko 41 responden (73,2%) dan yang kontrol 15 responden (26,8%). Sedangkan pada sampel kasus yang tidak berisiko adalah 6 responden(15,8%) dan yang kontrol 32 responden (84,2%).
Nilai OR 14,578 menunjukkan bahwa siswa-siswi yang mengkonsumsi makanan cepat saji berisiko mengalami obesitas 14 kali lebih besar dibanding yang mengkonsumsi kalori dengan jumlah yang normal.
https://purl.org/10.36990/hijp.v10i2.60.t002URI: https://purl.org/10.36990/hijp.v10i2.60.t007PEMBAHASAN
Hasil penelitian pada siswa siswi (Tabel 1) yang mayoritas berusia 16 tahun (Tabel 2) menunjukkan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan siswa-siswi SMA Negeri 1 Kendari memiliki faktor risiko yang bermakna terhadap kejadian obesitas dimana nilai OR sebesar 8,181 dengan 95% CI 3,181-21,035 (Tabel 6). Nilai OR 8,181 menunjukkan bahwa siswa-siswi dengan aktivitas kurang dari 600 MET/minggu berisiko mengalami obesitas 8 kali lebih besar dibanding dengan siswa-siswi dengan aktivitas lebih dari atau sama dengan 600 MET/minggu. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sekitar 42,5% dari jumlah responden yang diteliti, jarang melakukan aktivitas fisik secara teratur (Tabel 6). Selain itu, aktivitas fisik sangat diperlukan untuk membakar energi dari dalam tubuh. Bila pemasukan energi berlebih dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang seimbang, maka akan memudahkan seseorang untuk menderita obesitas. Berdasarkan pengamatan peneliti, terlihat masih banyak siswa yang mengisi waktu luang mereka hanya duduk di dalam kelas tanpa ada aktivitas dan ditambah dengan program full day. Hal ini diduga kemungkinan mereka menggunakan waktu luang untuk diskusi mata pelajaran dan bermain media sosial pada alat komunikasi yang mereka punya.
Menariknya, pada penelitian ini didapatkan bahwa terdapat responden yang mengalami obesitas tetapi aktivitas fisiknya tidak berisiko sebanyak 16 orang (29,6%) (Tabel 4). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut kemungkinan karena asupan gizi, gen, gaya hidup, gangguan hormonal dan faktor psikologi. Selain itu peneliti mendapatkan beberapa siswa-siswi mengalami obesitas (Tabel 3) tetapi melakukan aktivitas fisik yang sedang sampai berat. Hal tersebut diduga karenakan asupan yang mereka konsumsi dapat menyebabkan risiko kegemukan lebih besar meskipun aktivitas fisik mereka sedang maupun berat, dan diperkuat dengan adanya faktor genetik dari kedua orang tuanya yang cenderung mengalami kegemukan. Salah satu gen penyebab obesitas adalah gen ob. Produk dari gen ob ini adalah leptin yang disekresi oleh sel adipose dan bekerja secara langsung ke hipotalamus. Peningkatan kadar leptin pada dasarnya akan menurunkan jumlah makanan yang dikonsumsi dan meningkatkan penggunaan energi. Pada penderita obesitas dijumpai penurunan kadar leptin ini, bahkan yang mengalami onset dini obesitas tidak hanya dikarenakan inaktivasi gen reseptor (db) tetapi juga gen leptin (ob) itu sendiri. Maka faktor aktivitas fisik hanya merupakan salah satu faktor penyebab kegemukan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Danari (2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada anak SD di kota Manado dengan nilai p sebesar 0,004 (<0,05). Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko terjadinya obesitas (Kurdanti et al., 2015). Hasil analisis data menunjukkan bahwa 94 responden terdapat kelompok berisiko pada kasus mengkonsumsi makanan cepat saji yang berisiko 41 responden (73,2%) dan kontrol 15 responden (26,8%). Sedangkan pada sampel kasus yang tidak berisiko adalah 6 responden (15,8%), dan kontrol 32 responden (84,2%) (Tabel 5).
Hasil uji statistik didapatkan nilai OR 14,578 menunjukkan bahwa siswa-siswi yang mengkonsumsi makanan cepat saji berisiko mengalami obesitas 14 kali lebih besar dibanding yang mengkonsumsi kalori dengan jumlah yang normal (Tabel 7). Hal tersebut mungkin di karenakan pola makan dengan menu tidak seimbang dan berlebihan serta asupan makanan yang berisiko seperti tinggi protein, tinggi kalori dan tinggi karbohidrat. Selain itu, rendahnya asupan serat yang dapat mempengaruhi kadar lemak dalam tubuh sehingga berakibat terhadap peningkatan berat badan. Pada saat dilakukan wawancara banyak siswa-siswi yang memberikan pendapatnya tentang makanan cepat saji, yaitu makanan yang sering mereka konsumsi ketika mereka belajar kelompok ataupun di saat pulang sekolah dan sangat jarang mereka sarapan pagi di rumah. Hal tersebut yang mendorong mereka untuk lebih mudah mengonsumsi makanan cepat saji yang tersedia di kantin sekolah.
Menariknya dari hasil penelitian ini ditemukan juga responden yang mengalami obesitas tetapi konsumsi makanan cepat saji tidak berisiko sebanyak 15 orang (26,8 %) (Tabel 5). Peneliti menemukan bahwa beberapa siswa-siswi mengalami obesitas (Tabel 3) tetapi mengonsumsi makanan cepat saji tidak lebih dari 3 kali perminggu. Hal ini dapat di sebabkan asupan yang mereka konsumsi berupa karbohidrat seperti nasi dan mengonsumsi makanan yang tidak ada didaftar kuesioner seperti sate, coto, pangsit dan lain-lain yang hampir setiap harinya mereka konsumsi, sehingga dapat menjadi salah satu faktor risiko terhadap obesitas. Selain itu, diperkuat dengan adanya faktor genetik dari kedua orang tuanya yang cenderung mengalami kegemukan, serta dilihat dari salah satu faktor risiko terhadap obesitas adalah aktivitas fisik dimana pada saat melakukan penelitian masih banyak siswa-siswi yang mengisi waktunya dengan berada di dalam kelas tanpa ada aktivitas yang bisa mengeluarkan energi. Mereka hanya menghabiskan waktu dengan bermain game melalui smartphone. Terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada remaja (Takumansang & Suryani, 2017).
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis aktivitas fisik dan konsumsi makanan cepat saji sebagai faktor risiko terhadap obesitas pada siswa-siswi sma negeri 1 kendari maka dapat disimpulkan bahwa Aktivitas fisik yang kurang merupakan faktor risiko terjadinya obesitas pada siswa-siswi di SMA Negeri 1 Kendari,serta diperoleh nilai OR 8,181 dan konsumsi makanan cepat saji yang lebih dari 3 kali per minggu merupakan faktor risiko terjadinya obesitas pada siswa-siswi di SMA Negeri 1 Kendari,serta diperoleh nilai OR 14,578.
Menurut Kurniawati et al (2017) setiap sebelum makan besar (sarapan, makan siang, makan malam), terlebih dahulu makan buah karena dapat lebih mengenyangkan dan usus dapat menyerap semua vitamin dan mineral lebih maksimal, melakukan aktivtas fisik yang seimbang dengan pola makan.
Diharapkan penelitian ini jadi bahan ajaran baru mengenai aktivitas fisik dan konsumsi makanan cepat saji sebagai faktor risiko terhadap obesitas. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi pembanding apabila ingin melakukan penelitian yang sama dengan menambahkan variabel untuk di teliti yaitu genetik dan penyakit metabolik, dan pada saat melakukan penelitian tidak hanya pada satu tempat saja untuk mendapatkan data yang representatif serta diharapkan perhatian dari orang tua untuk lebih membatasi dan mengawasi kebiasaan makan anak yang berlebihan, tinggi kalori namun rendah serat agar anak dapat mengkonsumsi makanan tersebut tidak berlebihan. Orang tua juga perlu membiasakan hidup sehat yaitu lebih banyak beraktivitas atau berolahraga.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, S. N. (2013). Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian gizi lebih pada remaja di perkotaan. Unnes Journal of Public Health, 2(1). https://doi.org/10.15294/ujph.v2i1.3042
Al-Haifi, A. A., AlMajed, H. T., Al-Hazzaa, H. M., Musaiger, A. O., Arab, M. A., & Hasan, R. A. (2016). Relative contribution of obesity, sedentary behaviors and dietary habits to sleep duration among kuwaiti adolescents. Global Journal of Health Science, 8(1), 107–117. https://doi.org/10.5539/gjhs.v8n1p107
Azagba, S., & Sharaf, M. F. (2012). Eating behavior and obesity in Canada: evidence from panel data. Journal of Primary Care & Community Health, 3(1), 57–64. https://doi.org/10.1177/2150131911417445
Danari, A. L., Mayulu, N., & Onibala, F. (2013). Hubungan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada anak sd di kota manado. JURNAL KEPERAWATAN, 1(1). https://doi.org/10.35790/jkp.v1i1.2162
Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara. (2017). Indonesia - sulawesi tenggara province health profile 2016 ghdx. http://ghdx.healthdata.org/record/indonesia-sulawesi-tenggara-province-health-profile-2016
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Indonesia basic health research 2013 ghdx. http://ghdx.healthdata.org/record/indonesia-basic-health-research-2013
Kosnayani, A. S., & Aisyah, I. S. (2016). Faktor risiko yang berhubungan dengan obesitas remaja (Studi pada mahasiswa fakultas ilmu kesehatan universitas siliwangi tasikmalaya tahun 2016). Jurnal Siliwangi Seri Sains dan Teknologi, 2(2). http://jurnal.unsil.ac.id/index.php/jssainstek/article/view/100
Kurdanti, W., Suryani, I., Syamsiatun, N. H., Siwi, L. P., Adityanti, M. M., Mustikaningsih, D., & Sholihah, K. I. (2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian obesitas pada remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 11(4), 179–190. https://doi.org/10.22146/ijcn.22900
Kurniawati, Y., Fakhriadi, R., & Yulidasari, F. (2017). Hubungan antara pola makan, asupan energi, aktivitas fisik, dan durasi tidur dengan kejadian obesitas pada polisi. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, 3(3). https://doi.org/10.20527/jpkmi.v3i3.2759
Takumansang, S. A., & Suryani, S. (2017). Hubungan konsumsi fast food terhadap obesitas remaja di smp muhammadiyah 9 yogyakarta [Universitas ’Aisyiyah Yogyakarta]. http://lib.unisayogya.ac.id/
Catatan kaki
Author notes
rhanyzahira85@gmail.com