Article
Received: 04 April 2022
Accepted: 16 May 2022
Funding
Funding source: Poltekkes Kemenkes Palembang
Contract number: 2021
Corresponding author: zackmuba@yahoo.co.id
Ringkasan: Penyakit TB Paru (Tuberkulosis) termasuk penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan masa pengobatan 6 bulan hingga lebih dari1 tahun. Menurut laporan WHO tahun 2013, Indonesia memiliki prevalensi ketiga TB setelah India dan Cina, dengan hampir 700.000 kasus, dan angka kematian masih tinggi pada 27/100.000 penduduk. Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, prevalensi TB paru di Provinsi Sumatera Selatan sebesar 40%. Dan berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten Banyuasin, perkembangan TB Paru yang diamati selama kurun waktu tiga tahun dari tahun 2017 s/d 2019 diketahui prevalensi sebesar 74% (2017), 41% (2018), 32% (2019). Metode yang digunakan dalam pengabdian ini adalah training/pelatihan dan pengajaran kepada pasien TB Paru di Puskesmas Betung Kota. Alasan memilih topik dikarenakan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Muzakar sebagian besar responden memiliki asupan energi, protein, zat besi, dan vitamin C yang kurang. Hasil pengabmas yaitu meningkatnya pengetahuan dan asupan zat gizi peserta TB Paru yang dapat dilihat dari hasil penyuluhan, leaflet dan recall pasien dan menambah keterampilan dan pengetahuan manfaat Tempe Telur Goreng Tepung Dan Jus Jambu Biji dalam upaya memenuhi asupan zat gizi energi, protein, zat besi dan vitamin C pada pasien TB Paru di Puskesmas Betung Kota Rimba Asam.
Kata kunci: TB Paru, Makanan bernutrisi, Lansia.
Abstract: Pulmonary TB (Tuberculosis) is a chronic infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis with a treatment period of 6 months to more than 1 year. According to a 2013 WHO report, Indonesia has the third prevalence of TB after India and China, with nearly 700,000 cases, and the mortality rate is still high at 27/100,000 population. Based on Riskesdas 2018, the prevalence of pulmonary TB in South Sumatra Province was 40%. And based on the Banyuasin District health profile data, the development of pulmonary TB observed over a three year period from 2017 to 2019 is known to have a prevalence of 74% (2017), 41% (2018), 32% (2019). The method used in this service is training and teaching to pulmonary TB patients at the Betung City Health Center. The reason for choosing the topic is because the results of previous research conducted by Muzakar showed that most of the respondents had insufficient intake of energy, protein, iron, and vitamin C. The results of community service are increased knowledge and nutritional intake of pulmonary TB participants which can be seen from the results of counseling, leaflets and patient recalls and increase skills and knowledge of the benefits of Fried Egg Tempeh, Flour and Guava Juice in an effort to meet the intake of energy, protein, iron and iron nutrients. vitamin C in pulmonary TB patients at the Betung Health Center, Rimba Asam City.
Keywords: Pulmonary TB, Nutritional foods, Elderly.
PENDAHULUAN
Penyakit TB Paru (Tuberkulosis) termasuk penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan masa pengobatan 6 bulan hingga lebih dari1 tahun (Misnadiarly, 2006). WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 orang penderita TB Paru dengan jumlah kematian sebanyak 140.000 orang.
Infeksi paru-paru oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis memiliki angka kasus yang cukup tinggi di Indonesia, yaitu sebanyak 660.000 orang pada tahun 2010. Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2010, Negara Indonesia berada pada peringkat 5 dunia penderita TB Paru terbanyak, setelah Negara India, China, Nigeria, dan Bangladesh (WHO, 2021). Sedangkan menurut laporan WHO tahun 2013, Indonesia memiliki prevalensi ketiga TB setelah India dan Cina, dengan hampir 700.000 kasus, dan angka kematian masih tinggi pada 27/100.000 penduduk.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013), prevalensi TB Paru secara nasional masih tinggi yaitu sebesar 40 %. Provinsi Sumatera Selatan prevalensi TB Paru sebesar 20 %. Di Semarang, sebanyak 55,6% penderita TB Paru menderita kurang gizi tahun 2014. Infeksi mengakibatkan inflamasi kronis, penurunan asupan, malabsorpsinutrient, perubahan metabolism tubuh, immunitas tubuh dan antioksidan tubuh menurun. (Noorratri et al., 2019; Sarce & Suarni, 2016). Berdasarkan (Riskesdas, 2018), prevalensi TB paru di Provinsi Sumatera Selatan sebesar 40% sedangkan pada tahun 2013 masih diangka 20%, berarti dalam jangka waktu 5 tahun terjadi peningkatan sebesar 20%. Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten Banyuasin, diketahui prevalensi TB Paru sebesar 74% pada tahun 2017, 41% pada tahun 2018, 32% pada tahun 2019 (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2019).
Tanda-tanda klinis asal penderita TB Paru merupakan badan kurus, batuk malam hari,sesak nafas, nyeri dada,seringkali keringat dingin, nafsu makan menurun, berat badan menurun, pada kasus yg telah kronis mengalami demam yang terus menerus. Penatalaksanaan pasien TB Paru, melibatkan beberapa hal yaitu istirahat yg relatif, terapi obat anti tuber kulosis (OAT) serta asupan makan yg adekuat (cukup) buat mencapai kesembuhan pasien TB Paru (Hamid, 2013). Diet ETPT adalah diet yang mengandung energi dan protein diatas kebutuhan normal. 66% penderita TB Paru. Hasil penelitian, 66% penderita TB Paru memiliki indeks massa tubuh (IMT) kurang dari normal (18,5kg/m2) (Arsin et al., 2012). Setiap rumah sakit telah melaksanakan terapi gizi kepada pasien telah sesuai dengan diet yang dianjurkan, Akan tetapi kenyataannya status gizi penderita TB paru rendah.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Muzakar et al., 2020), responden TB Paru sebagian besar memiliki asupan energi kurang sebanyak 29 orang (58%), asupan protein baik sebanyak 33 orang (66%), responden yang memiliki asupan zat besi kurang sebanyak 34 orang (68%), dan asupan vitamin C kurang sebanyak 35 orang (70%). Untuk itu perlu diupayakan suatu pelayanan agar penderita TB paru dapat menerima / mau mengkonsumsi makanan yang disajikan. Upaya tersebut adalah dengan penyuluhan atau konseling serta pemberian asupan Energi, Protein, Zat Besi dan Vitamin C.
METODE
Kegiatan di fokuskan di Puskesmas Betung Kota Rimba Asam Banyuasin. Kegiatan dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 11 September, 2 Oktober, dan 30 Oktober 2021. Peserta Pengabmas berjumlah 50 orang dan tiga orang dosen dan tiga orang mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Palembang serta dibantu oleh tiga orang petugas kesehatan Puskesmas Betung Kota. Kegiatan Puskesmas secara rutin dilaksanakan setiap bulan dengan melibatkan masyarakat.
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat khususnya penderita TB Paru di Puskesmas Betung Kota Rimba Asam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan kegiatan Pengabmas oleh Dosen Program Studi Diploma III Gizi mendapatkan sambutan yang sangat antusias dari masyarakat khususnya peserta TB Paru Puskesmas Betung Kota Rimba Asam. Sebagian besar peserta sudah masuk ke dalam usia non produktif (lanjut usia) yang menderita TB Paru. Terdapat 22 orang peserta dengan jenis kelamin laki-laki, dan 28 peserta perempuan (Tabel 1).
Diet pada penderita TB Paru adalah Diet ETPT. Diet yang diberikan dalam bentuk makanan biasa ditambah bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur, dan daging atau dalam bentuk minuman enteral Energi Tinggi Protein Tinggi. Diet ini diberikan bila pasien telah cukup nafsu makan dan dapat menerima makanan lengkap (Almatsier, 2010).
Penderita TB Paru pada penelitian ini mayoritas sudah mengalami peningkatan asupan zat gizi seperti asupan energi, Protein, lemak, karbohidrat, vitamin c, dan serat (Grafik 1 & 2). Hasil penelitian yang dilakukan (Mantika & Mulyati, 2014) menghasilkan kesimpulan adanya hubungan asupan energi dengan kadar hemoglobin Penderita TB Paru (p=0,000). Dan juga hasil penelitian (Lazulfa et al., 2018) memperlihatkan terdapat hubungan pada tingkat kecukupan energi (p= 0,026), karbohidrat (p= 0,000), protein (p= 0,001), lemak (p= 0,029) dan status gizi (p= 0,022) antara kelompok tuberkulosis dengan sputum BTA (+) dan sputum BTA (-). Asupan Energi yang terpenuhi dapat membantu memperbaiki status gizi penderita TB Paru menjadi optimal.
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Ren et al., 2019) bahwa terdapat hubungan antara asupan protein rendah terhadap kejadian tuberkulosis dengan p value 0,01 < 0,05. Dan juga hasil penelitian (Rahayu, 2018) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara asupan protein dengan status gizi Tuberkulosis Primer (p=0,000). Penelitian (Adriani et al., 2015) yang menjelaskan mengenai asupan protein yang dikonsumsi oleh pasien tuberkulosis akan berbeda dengan pasien yang tidak mengalami tuberkulosis. Pasien tuberkulosis asupan protein akan lebih tinggi dibandingkan kelompok yang tidak terkena tuberkulosis. Asupan Protein sangat membantu dalam proses penyembuhan suatu infeksi seperti tuberkulosis paru.
Asupan Vitamin C juga tidak kalah pentingnya. Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan dan pro-oksidan yang mempunyai efek sterilisasi pada kultur M. Tuberculosis. Kemampuan tersebut merupakan akibat dari peningkatan konsentrasi ion ferrous yang menimbulkan peningkatan produksi ROS, perubahan lipid, ketidakseimbangan redoks dan kerusakan DNA. Hasil penelitian Safitri yaitu pemberian vitamin C pada pengobatan TB paru dapat mempercepat konversi BTA sputum yang bermakna secara statistik (Safitri, 2018)
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan selama 3 bulan berturut-turut terjadi peningkatan pengetahuan responden sebesar (80%) (Grafik 3).
KESIMPULAN
Kesimpulan pada pengabdian masyarakat ini adalah meningkatnya pengetahuan dan asupan zat gizi peserta TB Paru yang dapat dilihat dari hasil penyuluhan, leaflet dan recall pasien dan menambah keterampilan dan pengetahuan manfaat Tempe Telur Goreng Tepung Dan Jus Jambu Biji dalam upaya memenuhi asupan zat gizi energi, protein, zat besi dan vitamin C pada pasien TB Paru di Puskesmas Betung Kota Rimba Asam.
Implikasi
Kepada penderita TB Paru agar dapat terus menjalankan pola hidup sehat, menjalankan diet yang tepat bagi penderita TB Paru serta mengkonsumsi makanan yang tinggi energi tinggi protein serta zat besi dan vitamin C. Serta penulis akan melakukan konsultasi lanjutan kepada peserta yang mau berkonsultasi tentang penyakit TBC yang dideritanya.
Mengakui
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh petugas kesehatan Puskesmas Betung Kota Rimba Asam yang telah memberi dukungan dan bantuan tenaga terhadap pengabdian ini sehingga kegiatan pengabmas ini bisa berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, M., Kumala Dewi, Y. I., Faiza, E. I., & Wirjatmadi, B. (2015). Level of Zinc, Retinol, Blood Macrophages, T- Lymphocytes and Immunoglobulin G in Children with Tuberculosis and Non Tuberculosis. Journal of Nutritional Disorders & Therapy, 01(S1), 1–4. https://doi.org/10.4172/2161-0509.s1-003
Almatsier. (2010). Penuntun Diet. PT.Gramedia Pustaka Utama.
Arsin, A., Wahiduddin, & Ansar, J. (2012). Gambaran Asupan Zat Gizi dan Status Gizi Penderita TB Paru di Kota Makassar. Universitas Hasanuddin, 1–81.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. (2019). Profil Kesehatan DINKES Provinsi SUMSEL 2019. xvi+96.
Hamid, H. (2013). Makanan sebagai Pendukung Kesembuhan TB Paru. RS Paru Dr.H.A.Rotinsulu. http://www.rsparurotinsulu.org/halkomentar-16-makanan--sebagai-pendukung-kesembuhan-tb-26.html
Lazulfa, R. W. A., Wirjatmadi, B., & Adriani, M. (2018). Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro Dan Status Gizi Pasien Tuberkulosis Dengan Sputum Bta (+) Dan Sputum Bta (–). Media Gizi Indonesia, 11(2), 144. https://doi.org/10.20473/mgi.v11i2.144-152
Mantika, A. I., & Mulyati, T. (2014). Hubungan asupan energi, protein, zat besi dan aktivitas fisik dengan kadar hemoglobin tenaga kerja di pabrik pengolahan rambut PT. Won Jin Indonesia. Journal of Nutrition College, 3(4), 848–854.
Misnadiarly. (2006). Mengenal, mencegah, menanggulangi TBC-Paru, ekstra Paru pada anak dan kehamilan (1st ed.). Jakarta Pustaka Populer Obor.
Muzakar, Susyani, & Listrianah. (2020). Hubungan asupan energi, protein, zat besi dan vitamin c dengan status hb pada pasien tb paru rawat jalan di Puskesmas Betung Kota Rimba Asam. Poltekkes Kemenkes Palembang.
Noorratri, E. D., Margawati, A., & Dwidiyanti, M. (2019). Faktor Yang Mempengaruhi Efikasi Diri Pada Pasien TB Paru. Journal of Nursing and Health, 1–6.
Rahayu, R. F. (2018). Hubungan Asupan Protein, Vitamin A dan Zink dengan Status Gizi Pada Pasien Tuberkulosis Primer Rawat Jalan di RSUD Tugurejo Semarang. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Ren, Z., Zhao, F., Chen, H., Hu, D., Yu, W., Xu, X., Lin, D., Luo, F., Fan, Y., Wang, H., Cheng, J., & Zhao, L. (2019). Nutritional intakes and associated factors among tuberculosis patients: A cross-sectional study in China. BMC Infectious Diseases, 19(1), 1–8. https://doi.org/10.1186/s12879-019-4481-6
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN.
Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1–100.
Safitri, E. A. (2018). Pengaruh pemberian vitamin C terhadap konversi BTA sputum pada pasien TB paru dalam pengobatan kategori I fase intensif di kota Medan. Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota, 1(3), 82–91.
Sarce, & Suarni. (2016). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Tb Paru Di Rsud Labuang Baji Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 9(2).
WHO. (2021). Global Tuberculosis Report. Geneva.
Catatan kaki
Author notes
zackmuba@yahoo.co.id