Original Research
Received: 27 November 2022
Accepted: 15 June 2023
Funding
Funding source: Nihil.
Ringkasan: Penyelenggaraan olahraga berpotensi mengakibatkan kejadian kegawatdaruratan. Kasus trauma fisik merupakan kasus yang sering terjadi, tetapi kejadian henti jantung juga beberapa kali terjadi saat olahraga. Mahasiswa perlu memiliki pengalaman praktik dalam penanganan kegawatdaruratan pada penyelenggaraan olahraga, karena mereka harus siap ditempatkan dimanapun setelah lulus termasuk menjadi tim medis dalam penyelenggaraan olahraga. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan eksplorasi pengalaman mahasiswa keperawatan dalam praktik pertolongan kegawatdaruratan dalam penyelenggaraan olahraga. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, dengan jumlah sample 10 orang diambil dengan teknik purposive sampling. Teknik pengambilan data menggunakan teknik wawancara semi-terstruktur dari daftar pertanyaan. Hasil penelitian menunjukan 4 tema diantaranya: Perlu latihan penanganan cedera secara langsung dan spesifik, Merasa tidak percaya diri, Kesenjangan antara yang dipelajari dengan praktik, Kebutuhan kompetensi profesional penanganan cedera. Dapat disimpulkan bahwa penanganan kegawatdaruratan pada olahraga memiliki kekhususan sehingga proses pembelajaran sebelum praktik harus mendapat perhatian yang sama dengan keilmuan lainnya, sehingga kedepan kompetensi penanganan kegawatdaruratan olahraga perlu dimasukan kedalam pokok bahasan dalam kurikulum.
Kata kunci: Kegawatdaruratan prarumah sakit, Praktik keperawatan, Mahasiswa keperawatan, Kegiatan Olahraga.
Abstract: Sports event has the potential to cause emergency events. Cases of physical trauma are common cases, but cardiac arrest also occurs several times during exercise. Students need to have practical experience in handling emergencies in sports, because they must be ready to be placed anywhere after graduation, including being a medical team in sports management. This study aims to explore the experiences of nursing students in the practice of emergency aid in the implementation of sports. The research method uses a qualitative approach, with a sample of 10 people taken by purposive sampling technique. The data collection technique used a semi-structured interview technique from a list of questions. The results showed 4 themes including: The need for direct and specific injury management training, Feeling insecure, The gap between what is learned and practiced, The need for professional competence in handling injuries. It can be concluded that the handling of emergencies in sports has specificity so that the learning process before practice must receive the same attention as other sciences. So that in the future the competence of handling sports emergencies needs to be included in the subject matter in the curriculum.
Keywords: Prehospital emergency, Nursing practice, Student Nursing, Sport activities.
PENDAHULUAN
Kegawatdaruratan kardiovaskular yang dialami oleh atlet olah raga perlu mendapatkan perhatian dari tim kesehatan kegawatdararutan prarumah sakit. Berdasarkan statistik kejadiannya, pada negara maju, di Amerika Serikat tercatat lebih dari 40 juta anak-anak dan remaja berpartisipasi dalam olahraga remaja, terdapat 2,6 juta kunjungan gawat darurat oleh atlet dari usia 5 hingga 24 tahun dan 500.000 kunjungan dokter oleh atlet sekolah menengah (Goldberg et al., 2007). Seiring dengan meningkatnya partisipasi olahraga, demikian juga insiden cedera pada beberapa cabang olahraga yang menyebabkan kematian, kecacatan, bahkan potensi bencana (mass casuality insident).
Pertolongan pertama prarumah sakit, mengacu pada perawatan akut dan darurat yang diberikan di luar fasilitas kesehatan atau rumah sakit (Calvello et al., 2013; Kironji et al., 2018). Perawat prarumah sakit adalah bagian penting dari perawatan darurat di banyak organisasi kesehatan di seluruh dunia (Pei & Xiao, 2011; Wihlborg et al., 2019). Sehingga perawat yang bertugas pada area prarumah sakit harus memiliki kemampuan merawat pasien secara cepat dan tepat dengan kondisi yang minim informasi sekalipun (Hagiwara et al., 2019). Sehingga Pengetahuan tentang pertolongan kegawatdaruratan prarumah sakit perlu menjadi prioritas seiring dengan meningkatnya kasus yang terjadi baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan olahraga (Bloemhoff et al., 2016).
Di Indonesia, pengaturan pelayanan prarumah sakit diimplementasikan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Sistem Pelayanan Medis Darurat Terpadu dengan menggunakan sistem berbasis panggilan terpusat dengan kode akses 119, dan melibatkan masyarakat yang berorientasi pada pusat keselamatan publik (Fikriana & afik, 2018). Tujuan IEMSS adalah untuk menyelamatkan nyawa dan indikator keberhasilannya adalah respon cepat. Dalam penerapannya IEMSS masih banyak komponen yang perlu ditingkatkan diantaranya adalah kapasitas perawat dan masyarakat sebagai penolong pertama. Untuk melakukan tanggap darurat sesuai dengan respon yang cepat pada golden periode, orang-orang terdekat dengan tempat kecelakaan dan korban harus memiliki kemampuan pertolongan pertama. Masyarakat adalah penolong pertama bagi korban. Oleh karena itu, mereka harus dididik bahkan dijelaskan tentang prosedur pertolongan pertama darurat sederhana untuk mencapai respon cepat yang direncanakan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mengembangkan pertolongan pertama prarumah sakit dan kemampuan profesional perawat. Sejalan dengan hal tersebut, proses pembelajaran dalam keperawatan pada mahasiswa harus lebih bervariatif agar mahasiswa keperawatan dapat kemampuan lebih dalam penanganan kegawatdaruratan prarumah sakit terutama pada kasus cedera olahraga maupun penanganan korban masal dalam penyelenggaraan pertandingan olahraga. Mahasiswa keperawatan ditugaskan dalam penyelenggaraan pertandingan olahraga merupakan salah satu cara pembelajaran agar mahasiswa mendapat pengalaman, akan tetapi sesuai dengan kewenangan dan kapasitasnya sebagai mahasiswa keperawatan, mereka tetap membutuhkan pendampingan dari perawat senior dalam menjalankan tugasnya. Selain itu mahasiswa keperawatan harus dilibatkan dalam perencanaan kesiapsiagaan darurat, menganalisis risiko, merencanakan skenario darurat dalam penanganan cedera olahraga dan penyelenggaraan pertandingan olahraga (Wihlborg et al., 2019).
Pertolongan kegawatdaruratan dalam olahraga memiliki karakteristik yang spesifik mulai dari fasilitas yang tersedia di lokasi pertandingan, karakteristik atlet yang terlatih secara fisiologis berbeda dengan orang yang tidak terlatih bahkan karakteristik olahraganya mulai dari aerobic ataupun anaerobic. Penelitian ini merupakan langkah awal untuk mengkaji kebutuhan pembelajaran apa yang bisa diterapkan agar mahasiswa memiliki kompetensi tambahan dalam bidang kegawatdaruratan yang sering terjadi dalam olahraga. Kasus yang sering terjadi sesuai paparan diatas menunjukan resiko henti jantung pada olahraga aerobic sangat potensial terjadi, selain itu kasus lainnya yang sering terjadi pada olahraga kontak fisik seperti Strain, Sprain, dislokasi dan fraktur membutuhkan penanganan awal yang tepat agar dapat mencegah kecacatan (Goldberg et al., 2007). Atas dasar tersebut proses pembelajara mahasiswa keperawatan harus dapat memberikan pengalaman mahasiswa dalam penanganan kegawatdaruratan prarumah sakit pada kasus cedera olahraga dan kejadian kegawatdaruratan lain dalam penyelenggaraan pertandingan olahraga. Olehkarena itu untuk merumuskan metoda dan media pembelajaran tersebut perlu dilakukan eksplorasi pengalaman mahasiswa yang pernah ditugaskan dalam penyelenggaraan pertandingan olahraga baik lokal maupun nasional (Pei & Xiao, 2011).
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi dengan menganalisa pengalaman mahasiswa keperawatan dalam praktik pertolongan kegawatdaruratan dalam penyelenggaraan pertandingan olahraga. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni-Oktober 2022 di Kampus Keperawatan, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Indonesia, Kota Bandung.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini merupakan seluruh mahasiswa keperawatan Program Studi Keperawatan, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Indonesia, Kota Bandung yang sudah mendapatkan materi keperawatan gawat darurat baik secara formal di kelas maupun informal diluar kelas. Sample dipilih menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria inklusi mahasiswa pernah terlibat sebagai tim kesehatan dalam penyelenggaraan kegiatan olahraga baik pada tingkat lokal, nasional, atau internasional, dan telah mendapat pembekalan penanganan kegawatdaruratan dasar.
Dari karateristik tersebut didapatkan Partisipan sebanyak 10 yang memenuhi kriteria dan mengikuti penelitian ini.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan alat perekam suara dari telepon seluler, dan alat tulis untuk mencatat informasi dari partisipan.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul dari rekaman suara ditranskripsikan ke teks dalam waktu 48 jam setelah wawancara selesai. Pencatatan transkripsi rekaman suara berurutan berdasarkan kode label identitas partisipan.
HASIL
Tabel karakteristik Responden
Karakteristik responden dengan mayoritasnya adalah mahasiswa tingkat 3 (semester 5 dan 6) jenjang diploma 3. Responden dengan gender perempuan masih lebih banyak daripada responden laki-laki (Tabel 1).
Tabel 2 merupakan rangkuman hasil analisis tematik tema utama dan sub tema. Terdapat 4 (empat) tema utama dengan 11 sub tema.
Tema 1: Perlu Latihan Penanganan Cedera secara Langsung dan Spesifik
Praktik pertolongan pertama prarumah sakit pada kegiatan olahraga sangat jarang dilakukan di Indonesia. Mahasiswa hanya sedikit mendapat pengalaman pertolongan pertama prarumah sakit. Dengan demikian, mereka tidak terbiasa dengan lingkungan kerja pertolongan pertama prarumah sakit terlebih dalam penyelenggaraan olahraga. Responden mengatakan:
(P1) “Saya tidak pernah belajar tentang pertolongan pertama prarumah sakit pada cedera olahraga”
(P2) “pernah sih mendapatkan materi tentang penanganan gawatdarurat tapi saat itu daring”
(P3) “di kampus pernah ada latihan bantuan medis seperti Bantuan Hidup Dasar dan cara balut luka”
(P7) “pengalaman saya praktik, ya bulan kemarin saja praktik keperawatan dasar, daring itu juga”
Tema 2: Merasa Tidak Percaya Diri
Penguasaan materi sebelum praktik, ditambah kondisi dilapangan mahasiswa berhadapan dengan orang yang lebih tua, para pelatih dan official yang memiliki pengalaman dalam dunia olahraga yang lama membuat mahasiswa tidak merasa percaya diri dalam melakukan pertolongan. Seperti yang disampaikan oleh responden:
(P3) “pak,waktu di lapangan ada yang cedera saya langsung memberikan pertolongan tapi pelatihnya bilang ‘bukan gitu gini caranya sambil memijat atletnya’”
(P5) “Saya bingung kalau ada yang cedera tapi wasit tidak memanggil saya, jadinya ragu-ragu pa”
(P8) “terkadang saya jadi minder pak, karena orang awam jauh lebih tau”
(P9) “selama dilapangan saya terus berdoa agar tidak ada yang kenapa-napa karena saya takut salah jika harus melakukan Tindakan dan dilihat banyak orang”
Tema 3: Kesenjangan antara yang Dipelajari dengan Praktik
Mahasiswa mengalami kesenjangan antara yang dipelajari pada perkuliahan dengan yang dilakukan saat praktik keperawatan dalam penyelenggaraan olahraga, karena yang diajarkan sesuai kurikulum bersifat umum, meskipun dalam kurikulum telah ditambahkan beberapa mata kuliah tentang penanganan cedera olahraga, akan tetapi mahasiswa masih mengalami kesenjangan dengan yang terjadi dilapangan. Resonden mengatakan:
(P4) “tindakan yang sering terjadi jarang tindakan kegawatdaruratan yang kami peroleh, tapi tindakan yang orang awan saja bisa”
(P10) “saat saya belajar kegawatdaruratan pertolongan harus segera, tapi kenyataannya dalam lapangan harus nunggu instruksi wasit baru bisa masuk kelapangan”
Tema 4: Kebutuhan Kompetensi Profesional Penanganan Cedera
Selama terlibat menjadi tim medis dalam penyelenggaraan olahraga, mahasiswa keperawatan semakin memperkuat pengetahuan dasar dan keterampilan profesional mereka dalam pertolongan pertama. Namun, mahasiswa merasa masih memiliki banyak kekurangan dan perlu lebih meningkatkan diri. Sebagaimana yang disampaikan oleh responden:
(P6) “Saya berpikir perlu ada pelatihan kegawatdaruratan dan penanganan cedera sesuai olahraganya”
(P7) “Saya tidak tahu apa yang dibutuhkan atlit saat cedera”
(P10) “penanganan kegawatdaruratan pada olahraga harus khusus, karena atlit kan beda karena terlatih”
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil oleh adata, terdapat 4 (empat) tema yang saling berkaitan tentang pengalaman mahasiswa keperawatan dalam praktik pertolongan pertama prarumah sakit akibat cedera olahraga. Tema tersebut menunjukan praktik klinik atau magang merupakan periode kunci bagi mahasiswa keperawatan mendapatkan pengalaman penanganan pada pasien. Selama periode ini, sangat penting bagi mahasiswa keperawatan untuk menumbuhkan identitas profesional mereka sehubungan dengan pertolongan pertama prarumah sakit yang tidak hanya mempengaruhi perubahan dari mahasiswa keperawatan menjadi perawat profesional, tetapi mempengaruhi rasa percaya diri mahasiswa dalam melaksanakan tugasnya (Baldwin et al., 2017). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tahap pemagangan penting bagi mahasiswa keperawatan untuk menumbuhkan identitas profesional mereka, yang akan mempengaruhi pilihan karir mereka di masa depan (Arreciado Marañón & Isla Pera, 2015).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman dalam memberikan pertolongan pertama prarumah sakit pada penyelenggaraan olahraga memberikan perspektif yang baru tentang pertolongan kegawatdaruratan prarumah sakit, dan tidak terpaku kepada kegawatdaruratan di rumah sakit, sebagaimana yang mahasiswa pelajari di perkuliahan. Sebagaimana harusnya bahwa pendidikan keperawatan menciptakan kesempatan dalam berpartisipasi pada kegiatan pertolongan pertama prarumah sakit yang sebenarnya.
Studi ini menunjukkan bahwa sebelum praktik pertolongan pertama prarumah sakit, mahasiswa belum memiliki pengetahuan yang memadai tentang pertolonga pertama sebagai penanganan cedera olahraga, kendatipun telah mengikuti pembelajaran secara daring dan praktik laboratorium. Perlunya pelatihan yang spesifik dengan materi pembelajaran yang sesuai dengan penanganan cedera olahraga untuk menyiapkan mahasiswa sebelum melaksanakan praktik lapangan (Sánchez-Ledesma et al., 2016). Bentuk dari pembelajaran tersebut dapat berupa simulasi skenario dapat membantu mahasiswa keperawatan memahami karakteristik pertolongan pertama prarumah sakit terlebih dahulu.
Persiapan yang tidak dilakukan secara sistematis menyebabkan mahasiswa keperawatan merasakan ketegangan selama partisipasi dalam pertolongan pertama prarumah sakit pada kegiatan olahraga. Metode pengajaran simulasi skenario berkontribusi dalam meningkatkan kemampuan komprehensif mahasiswa keperawatan dan memperkuat rasa percaya diri melalui praktik simulasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa simulasi skenario dapat mensimulasikan lingkungan praktik yang realistis yang berguna untuk meningkatkan kemampuan komprehensif mahasiswa, termasuk teori dan praktik, kemampuan komunikasi, dan penyesuaian psikologis terhadap lingkungan yang kompleks (Calamassi et al., 2016; Liu et al., 2019). Sehingga kesenjangan antara teori dan praktik di lapangan dapat diperkecil (Roy et al., 2018).
KESIMPULAN DAN SARAN
Tema utama yang ada yaitu 1) perlu latihan penanganan cedera secara langsung dan spesifik; 2) merasa tidak percaya diri; 3) kesenjangan antara yang dipelajari dengan praktik; dan 4) kebutuhan kopetensi professional penanganan cedera. Program pembejalaran perlu menghadirkan upaya yang meminimalisir kesenjangan aspek pembelajaran teoritis dan praktiknya.
Kekurangan Penelitian
Penelitian ini spesifik mengekplorasi pengalaman partisipasi mahasiswa dalam pertolongan pertama prarumah sakit pada kegiatan olahraga. Peneliti tidak mengkaji kemampuan dasar penanganan cidera olahraga mahasiswa.
Mengakui
Penulis mengaucapkan terimakasih kepada para responden yang telah bersedia mengikuti tahapan penelitian hingga selesai.
DAFTAR PUSTAKA
Arreciado Marañón, A., & Isla Pera, M. P. (2015). Theory and practice in the construction of professional identity in nursing students: A qualitative study. Nurse Education Today, 35(7), 859–863. https://doi.org/10.1016/j.nedt.2015.03.014
Baldwin, A., Mills, J., Birks, M., & Budden, L. (2017). Reconciling professional identity: A grounded theory of nurse academics’ role modelling for undergraduate students. Nurse Education Today, 59, 1–5. https://doi.org/10.1016/j.nedt.2017.08.010
Bloemhoff, A., Schoonhoven, L., de Kreek, A. J. L., van Grunsven, P. M., Laurant, M. G. H., & Berben, S. A. A. (2016). Solo emergency care by a physician assistant versus an ambulance nurse: A cross-sectional document study. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine, 24(1), 1–8. https://doi.org/10.1186/s13049-016-0279-3
Calamassi, D., Nannelli, T., Guazzini, A., Rasero, L., & Bambi, S. (2016). High Fidelity Simulation Experience in Emergency settings: Doctors and nurses satisfaction levels. Acta Bio-Medica : Atenei Parmensis, 87(4-S), 38–50.
Calvello, E., Reynolds, T., Hirshon, J. M., Buckle, C., Moresky, R., O’Neill, J., & Wallis, L. A. (2013). Emergency care in sub-Saharan Africa: Results of a consensus conference. African Journal of Emergency Medicine, 3, 42–48.
Fikriana, R., & afik, al. (2018). The effect of public safety center simulation toward increased self efficacy in integrated emergency service system coordination. Jurnal Keperawatan, 9(1), 35–42.
Goldberg, A. S., Moroz, L., Smith, A., & Ganley, T. (2007). Injury surveillance in young athletes: A clinician’s guide to sports injury literature. Sports Medicine, 37(3), 265–278.
Hagiwara, M. A., Magnusson, C., Herlitz, J., Seffel, E., Axelsson, C., Munters, M., Strömsöe, A., & Nilsson, L. (2019). Adverse events in prehospital emergency care: A trigger tool study. BMC Emergency Medicine, 19(1), 1–10. https://doi.org/10.1186/s12873-019-0228-3
Kironji, A. G., Hodkinson, P., De Ramirez, S. S., Anest, T., Wallis, L., Razzak, J., Jenson, A., & Hansoti, B. (2018). Identifying barriers for out of hospital emergency care in low and low-middle income countries: A systematic review. BMC Health Services Research, 18(1), 1–20. https://doi.org/10.1186/s12913-018-3091-0
Liu, Y., Zhang, Y., Zhang, L., Bai, H., Wang, G., & Guo, L. (2019). The impact of SimMan on resident training in emergency skills. Medicine, 98(2), e13930. https://doi.org/10.1097/MD.0000000000013930
Pei, Y. V., & Xiao, F. (2011). Emergency medicine in China: Present and future. World Journal of Emergency Medicine, 2(4), 245–252.
Roy, E., Quinsat, V. E., Bazin, O., Lesclous, P., & Lejus-Bourdeau, C. (2018). High-fidelity simulation in training dental students for medical life-threatening emergency. European Journal of Dental Education : Official Journal of the Association for Dental Education in Europe, 22(2), e261–e268. https://doi.org/10.1111/eje.12284
Sánchez-Ledesma, M. J., Juanes, J. A., Sáncho, C., Alonso-Sardón, M., & Gonçalves, J. (2016). Acquisition of Competencies by Medical Students in Neurological Emergency Simulation Environments Using High Fidelity Patient Simulators. Journal of Medical Systems, 40(6), 139. https://doi.org/10.1007/s10916-016-0496-3
Wihlborg, J., Edgren, G., Johansson, A., Sivberg, B., & Gummesson, C. (2019). Using the case method to explore characteristics of the clinical reasoning process among ambulance nurse students and professionals. Nurse Education in Practice, 35, 48–54.
Catatan kaki